Yuli, 29 tahun, adalah seorang ibu rumah tangga dengan 2 orang anak 3 dan 5 tahun. Suaminya, Herman, 36 tahun, adalah karyawan dari salah satu perusahaan swasta besar di Bandung. Perawakan Yuli sebetulnya biasa saja seperti kebanyakan.
Yang membuatnya menarik adalah bentuk tubuhnya yang sangat terawat. Buah dadanya tidak terlalu besar, tapi enak untuk dipandang, sesuai dengan pinggangnya yang ramping dan pinggulnya yang bulat. Kehidupan rumah tangga mereka sangat harmonis.
Dengan 2 anak yang sedang lucu-lucunya, ditambah dengan posisi Herman yang cukup tinggi di perusahaannya, membuat mereka menjadi keluarga yang cukup di hormati di lingkungan kompleks mereka tinggal. Yuli pada dasarnya adalah istri yang sangat setia kepada suaminya.
Tidak pernah ada niat berkhianat terhadap Herman dalam hati Yuli karena dia sangat mencintai suaminya. Tapi ada satu peristiwa yang menjadi awal berubahnya cara berpikir Yuli tentang cinta.. Suatu siang, Yuli sedang mengasuh anaknya di depan rumah. Dikarenakan kedua anaknya waktu itu berlari jauh dari rumah, maka Yuli langsung mengejar mereka.
Tapi tanpa disengaja, kakinya menginjak sesuatu sampai akhirnya Yuli terjatuh. Lututnya memar, agak mengeluarkan darah. Yuli langsung berjongkok dan meringis menahan sakit. Pada waktu itu, Darmawan, anak tetangga depan rumah Yuli kebetulan lewat mau pulang ke rumahnya.
Ketika melihat Yuli sedang jongkok sambil meringis memegang lututnya, Darmawan langsung lari ke arah Yuli. “Kenapa tante?” tanya Darmawan. “Aduh, lutut saya luka karena jatuh, Wan…” ujar Yuli sambil meringis. “Bantu saya berdiri, Wan…” kata Yuli. “Iya tante,” kata Darmawan sambil memegang tangan Yuli dan dibimbingnya bediri.
“Wan, tolong bawa anak-anak saya kemari.. Anterin ke rumah saya, ya…” kata Yuli. “Iya tante,” kata Darmawan sambil segera menghampiri anak-anak Yuli. Sementara Yuli segera pulang ke rumahnya sambil tertatih-tatih. Waktu Darmawan mengantarkan anak-anak Yuli ke rumahnya, Yuli sedang duduk di kursi depan sambil memegangi lututnya.
“Ada obat merah tidak, tante?” tanya Darmawan. “Ada di dalam, Wan,” kata Yuli. “Kita ke dalam saja…” kata Yuli lagi sambil bangkit dan tertatih-tatih masuk ke dalam rumah. Darmawan dan anak-anaknya mengikuti dari belakang. “Ma, Donny ngantuk,” kata anaknya kepada Yuli.
“Tunggu sebentar ya, Wan. Saya mau antar mereka dulu ke kamar. Sudah waktunya anak-anak tidur siang,” kata Yuli sambil bangkit dan tertatih-tatih mengantar anak-anaknya ke kamar tidur. Setelah mengantar mereka tidur, Yuli kembali ke tengah rumah. “Mana obat merahnya, tante?” tanya Darmawan. “Di atas sana, Wan…” kata Yuli sambil menunjuk kotak obat.